Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan mendadak pada Selasa (14/2/2023) sebagai respons atas adanya temuan virus Marburg di Afrika. Baru-baru ini kasus virus Marburg ditemukan di Guinea Khatulistiwa. Dikutip dari NYPost, setidaknya ada 9 orang yang meninggal dunia akibat virus tersebut. Kesembilan kasus tersebut dipastikan akibat virus Marburg setelah sampel dari Guinea Khatulistiwa itu dikirim ke laboratorium di Senegal. Terkait dengan adanya temuan ini, WHO juga telah mengirimkan ahli darurat kesehatan di bidang epidemiologi, manajemen kasus, pencegahan infeksi, laboratorium dan komunikasi risiko untuk membantu penanganan kasus ini.

Lantas, sebenarnya apa itu virus Marburg? Mengenal virus Marburg Dikutip dari USAToday, virus Marburg merupakan virus yang berasal dari kelelawar dan menyebar di antara manusia melalui kontak dekat dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi seperti melalui seprai yang terkontaminasi. Menurut CDC, penyakit virus Marburg juga merupakan demam berdarah yang jarang namun dapat menyebabkan keparahan. Penyakit ini dapat menyerang pada manusia maupun primata non-manusia.
Virus marburg termasuk virus RNA zoonosis yang unik secara genetis dan berasal dari famili filovirus, keluarga yang sama dengan virus ebola.
Virus ini diidentifikasi pertama kali pada 1967 usai menyebabkan adanya wabah di laboratorium Marburg, Jerman. Setidaknya saat itu ada 31 orang yang terpapar virus saat melakukan penelitian terhadap monyet yang tengah sakit. Adapun dari jumlah tersebut 7 orang meninggal dunia.
Seseorang biasanya akan mengembangkan gejala penyakit virus Marburg setelah 2-21 hari terinfeksi. Gejala virus Marburg di antaranya yakni demam, menggigil, sakit kepala, dan mialgia. Selanjutnya hari kelima setelah timbulnya gejala akan muncul ruam. Ruam paling banyak muncul di dada, punggung dan perut. Serta sejumlah gejala lain yang muncul yakni muntah, nyeri dada, sakit tengorokan, sakit perut, dan diare. Jika dibiarkan maka bisa semakin parah dan memunculkan gejala penyakit kuning, radang pankreas, penurunan berat badan, hingga delirium.
Pengobatan penyakit Marburg Tidak ada obat spesifik yang digunakan untuk menangani penyakit Marburg. Akan tetapi perawatan suportif seperti untuk mencegah dehidrasi ataupun pengobatan berdasarkan gejala yang muncul akan membantu meningkatkan kelangsungan hidup. Terhadap penyakit ini, CDC mengatakan tingkat kematian kasus penyakit ini berkisar antara 23 persen hingga 90 persen. Pada 2004 di Angola, Marburg telah membunuh 90 persen dari 252 orang yang terinfeksi.